One Sigma
Kamis, 06 November 2008
, Posted by apapunditulis at 6:11:00 PM
Sejenak terpikir mengenai target dari menjalankan bisnis. Ujung-ujungnya sih duit, yang sering dilembutkan dalam istilah profitable atau cost effectiveness. Key Performance Indicator (KPI) pada level management mungkin semuanya menggunakan target Sales. Berapa jumlah uang yang bisa dia capai dalam waktu yang telah ditetapkan, misalnya target revenue / sales dalam 1 tahun adalah 10 Milyar, itu adalah KPI si manager, atau manajemen kontrak si manager tersebut.
Kondisinya, perusahaan pun bisa panik. Seorang CEO yang punya KPI ketat mungkin akan memaksa Marketing Manager-nya untuk mencapai target Sales tinggi dan Cost of Good Solds (COGS) yang seminimum mungkin. Dan membuat KPI manager berdasarkan Sales (uang). Seringkali anggapan KPI berdasarkan uang adalah cara yang paling fair, karena terukur. Tapi bagaimana dengan hasil produksi? kacau balau? atau berapa yang berhasil dari sekian banyak usaha? seringkali ini jadi diabaikan, akhirnya kerja serabutan yang penting dapet target uang.
Ketika terlibat dalam pembuatan proposal di kantor, terlintas pikiran berapa kemungkinan menang dari proposal ini? Bisa nggak aku pake metoda Six Sigma untuk melakukan improvement? “pasti bisa!” pikirku. Six Sigma adalah sebuah cara dalam Manajemen Operasi untuk meningkatkan keberhasilan produksi. Dari produksi 1 juta, cacat produk tidak boleh melebihi 3,4 buah. Ini diterapkan di Motorola, GE, Toyota, dan perusahaan-perusahaan besar lainnya. Aku berpikir, tidak mungkin proposal bisa mencapai keberhasilan seperti itu, tapi setidaknya mencapai 67% keberhasilan, atau One Sigma bisa dijadikan target keberhasilan proses.
Kemudian aku mencatat jumlah proposal yang telah dibuat perusahaan tahun ini, dan membandingkannya dengan tingkat keberhasilan. Aku tercengang, karena keberhasilan proposal menjadi proyek hanya 9%. Jauh dari One Sigma. Kemudian, yang menjadi pertanyaan, kenapa selama ini manajemen hanya memikirkan hasil akhir (Sales), tidak pada prosesnya??? Seandainya proses ini ditingkatkan maka nilai Sales (hasil akhir) pun akan menaik. Inilah lika-liku bisnis, kadang2 kita hanya fokus pada uang, sehingga KPI pun berdasarkan uang saja, tidak perduli prosesnya, akhirnya, COGS atau biaya terbuang untuk mencapai Sales tersebut menjadi tinggi. COGS tersebut meliputi biaya pembuatan proposal, reproduksi proposal, pengiriman, dsb. Ujung-ujungnya Sales didapat tinggi, tetapi pengeluaran juga tinggi.
Mencermati kondisi yang ada, perusahaan memiliki Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000. Tapi sistem tersebut tidak memberikan improvement apa-apa. Itu hanyalah sebuah sistem dokumentasi semua proses bisnis yang dilakukan. Sistem ini bisa dipergunakan sebagai track record. Tapi kalau tidak ada target improvement, maka sistem ISO tersebut tidaklah bermanfaat. So, rasanya penerapan Internal Quality Control and Improvement mesti ditingkatkan pada target yang lebih realistis.
That’s just my thought.. kalo aku jadi CEO ntar mesti ngerti proses bisnis dan juga target bisnis. Setidaknya, aku dapetin sesuatu dari kuliah Operation Management :) last question, how to compile KPI based on Operation and Sales.. that's a real life..
“bangkit dan bangkit lagi setelah jatuh dan tidak mudah jatuh lagi kemudian berlari lebih kencang”
Kondisinya, perusahaan pun bisa panik. Seorang CEO yang punya KPI ketat mungkin akan memaksa Marketing Manager-nya untuk mencapai target Sales tinggi dan Cost of Good Solds (COGS) yang seminimum mungkin. Dan membuat KPI manager berdasarkan Sales (uang). Seringkali anggapan KPI berdasarkan uang adalah cara yang paling fair, karena terukur. Tapi bagaimana dengan hasil produksi? kacau balau? atau berapa yang berhasil dari sekian banyak usaha? seringkali ini jadi diabaikan, akhirnya kerja serabutan yang penting dapet target uang.
Ketika terlibat dalam pembuatan proposal di kantor, terlintas pikiran berapa kemungkinan menang dari proposal ini? Bisa nggak aku pake metoda Six Sigma untuk melakukan improvement? “pasti bisa!” pikirku. Six Sigma adalah sebuah cara dalam Manajemen Operasi untuk meningkatkan keberhasilan produksi. Dari produksi 1 juta, cacat produk tidak boleh melebihi 3,4 buah. Ini diterapkan di Motorola, GE, Toyota, dan perusahaan-perusahaan besar lainnya. Aku berpikir, tidak mungkin proposal bisa mencapai keberhasilan seperti itu, tapi setidaknya mencapai 67% keberhasilan, atau One Sigma bisa dijadikan target keberhasilan proses.
Kemudian aku mencatat jumlah proposal yang telah dibuat perusahaan tahun ini, dan membandingkannya dengan tingkat keberhasilan. Aku tercengang, karena keberhasilan proposal menjadi proyek hanya 9%. Jauh dari One Sigma. Kemudian, yang menjadi pertanyaan, kenapa selama ini manajemen hanya memikirkan hasil akhir (Sales), tidak pada prosesnya??? Seandainya proses ini ditingkatkan maka nilai Sales (hasil akhir) pun akan menaik. Inilah lika-liku bisnis, kadang2 kita hanya fokus pada uang, sehingga KPI pun berdasarkan uang saja, tidak perduli prosesnya, akhirnya, COGS atau biaya terbuang untuk mencapai Sales tersebut menjadi tinggi. COGS tersebut meliputi biaya pembuatan proposal, reproduksi proposal, pengiriman, dsb. Ujung-ujungnya Sales didapat tinggi, tetapi pengeluaran juga tinggi.
Mencermati kondisi yang ada, perusahaan memiliki Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000. Tapi sistem tersebut tidak memberikan improvement apa-apa. Itu hanyalah sebuah sistem dokumentasi semua proses bisnis yang dilakukan. Sistem ini bisa dipergunakan sebagai track record. Tapi kalau tidak ada target improvement, maka sistem ISO tersebut tidaklah bermanfaat. So, rasanya penerapan Internal Quality Control and Improvement mesti ditingkatkan pada target yang lebih realistis.
That’s just my thought.. kalo aku jadi CEO ntar mesti ngerti proses bisnis dan juga target bisnis. Setidaknya, aku dapetin sesuatu dari kuliah Operation Management :) last question, how to compile KPI based on Operation and Sales.. that's a real life..
“bangkit dan bangkit lagi setelah jatuh dan tidak mudah jatuh lagi kemudian berlari lebih kencang”